Jumat, 01 Oktober 2010

PENDAKIAN GUNUNG

Pendakian tidak semata karena sebuah kebanggaan, tidak pula suatu obsesi apalagi sebuah kenekatan. Tapi pendakian adalah sebuah pengalaman dan pembelajaran akan sebuah ilmu yang tiada ditemukan dari apapun kecuali pendakian itu sendiri -someone-










PAWASKA SATU TIM SATU NYAWA....!





Jumat, 24 September 2010

satwa langka herbivora

Saatnya nambah postingan, karena terpilih jadi spesialis kijang (bukan kemauan, tapi gara2 hasil undian di Cibunar, Ujung Kulon. red) maka saya berinisiatif menerbitkan posting tentang kijang, berikut adalah sedikit hal mengenai kijang.



Kijang (Muntiacus muntjak)


klasifikasi kijang adalah:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Cetartiodactyla

Famili : Cervidae

Genus : Muntiacus

spesies: M. muntjak (Zimmermann, 1780)


Kijang (Muntiacus muntjak)
Tubuh berukuran sedang, panjang tubuh termasuk kepala 89-135 cm, panjang ekor 12-23 cm, tinggi bahu 40-65cm, dengan berat mencapai 35 kg. Mantel rambut pendek, rapat, lembut dan licin. Warna bervariasi dari coklat gelap hingga coklat terang. Kijang jantan mempunyai ranggah pendek, tidak melebihi setengah dari panjang kepala dan bercabang dua serta gigi taring yang keluar.
Perilaku :
Kijang yang bergerak akan mengeluarkan suara yang berderak-derak. Gigi taring dimanfaatkan untuk mempertahankan diri. Jika sedang gelisah, terkejut atau memanggil kijang lainnya akan mengeluarkan gonggongan anjing oleh karena itu satwa ini diberi nama barking deer.
Habitat :
Hutan tropika hingga mencapai ketinggian 2000 mdpl, India, Indonesia ke timur sampai Jawa, Cina dan Taiwan.

Sumber: BKSDA DIY

Selasa, 14 September 2010

pawaska-ku, kamu & kita tercinta


PAWASKA (pecinta alam warga analis kimia)
satu tim satu nyawa, hidup pawaska...!

satu bumi,satu langit,satu persaudaraan.








Jumat, 25 Juni 2010

reportase kegiatan di gunung halimun

postingan tentang kegiatan metamorfosa waktu ke halimun...share buat teman2 yang pengen ke halimun. semoga bermanfaat


Metamorfosa 2010 di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak

waktu : 25 januari-3 februari 2010
anggota : Uni Konservasi Fauna Angkatan 7 (kelompok 4-Suryadi, Wibi, Irfan, Resti, Disa, Melisa, Nida)

Senin, 25 Januari 2010
Hari pertama berkumpul, semua anggota terbagi atas 4 kelompok tenda, saya termasuk pada kelompok tenda. Kami berangkat menuju Grawida, setelah itu sarapan pagi, dan briefing pemberangkatan sekaligus pembagian truk. Pembacaan doa dan foto-foto sebelum pemberangkatan, lalu naik truk menuju TNGHS melewati jalur leuwiliang pada pukul 08.00. Diperjalanan pemandangan cukup bagus,walaupun diperjalanan sedikit terhanbat oleh macet sebelum memasuki pertigaan curug cigamea.
Sampai diperkampungan warga diperjalanan terlihat ada elang (diperkirakan elang hitam) terbang seperti mengikuti perjalanan kami. Jalanannya beraspal tapi cukup kecil, suasananya sejuk dikelilingi banyak pepohonan. Namun setelah jalan aspal habis jalannya menjadi jelek banyak batu-batu besar, jalur tersebut disebut koridor hutan (menurut Pa’ de). Sampai di kantor TNGHS kabandungan pukul 12.00, lalu solat. Setelah itu istirahat dan makan bekal sambil mengumpulkan tenaga untuk berangkat esok dini hari.

Selasa, 26 Januari 2010
Mulai dari pukul 00.00 kami dibangunkan dan bersiap-siap berkumpul di lapangan untuk packing ulang tas dan briefing sebelum berangkat. Pemanasan sebentar agar otot-otot tidak kejang setelah bangun tidur. Pukul 01.00 dini hari kami berangkat dari kantor TNGHS di kabandungan menuju tempat perkemahan,jalan per kelompok dengan didampingi oleh dua orang senior. Kelompok kami berangkat pada urutan pertama,tapi karena setting tas carier yang tidak benar, jadi kami berada diurutan terakhir. Perjalanan melewati perkampungan warga, lalu istirahat di pertigaan cipeuteuy disebuah pangkalan ojek pada pukul 03.00. Setelah itu berangkat kembali mengikuti jalur yang berkelok-kelok dan turun-naik. Pada pukul sekitar 04.30 kami istirahat di sebuah gubuk kecil di pinggir sawah untuk solat subuh.


Perjalanan pun berlanjut dan pada pagi hari mulai terlihat gunung halimun yang sebelumnya ditutupi oleh kabut tebal. Perjalanan berlanjut sampai pada pintu gerbang TNGH, lalu istirahat sebentar guna mengisi tenaga dengan makan bekal seadanya. Setelah itu perjalanan dilanjutkan kembali melewati jalan yang berkelok-kelok sejauh 5 km. Sampai di pos stasiun penelitian cikaniki kami berpisah dengan perempuan di kelompok kami, dengan maksud agar para pria tiba terlebih dulu dan langsung membuat tenda. Sampai di buper citalahab sekitar pukul 13.00 kami langsung membuat tenda. Kegiatan selanjutnya yaitu masak untuk makan siang dan istirahat.

Rabu, 27 januari 2010
Pengamatan pagi pukul 06.00 di Hm 14 ditemukan burung (silhout) jam 06.32 sedang loncat-loncat di dahan, bajing jam 06.34 sedang loncat-loncat di dahan, dan owa jawa (hylobates moloch) jam 07.02 berjumlah 3 ekor terdiri dari 2 dewasa dan 1 anak sedang bergelantungan mencari makan. Owa jawa mempunyai ciri-ciri yaitu primata yang tak berekor berbulu abu-abu mempunyai tangan yang lebih panjang dari kaki dan bergerak dengan cara berayun dari pohon ke pohon.

Siangnya pada pukul 13.00 ada kuliah teknik penyebrangan sungai oleh ka Aaf. Yaitu diantara isinya tentang yang perlu diperhatikan saat menyebrang sungai adalah karakteristik sungai (di pegunungan atau di dataran rendah), posisi yang tepat untuk menyebrang (cari titik yang lurus,menyebrang secara diagonal), dan alat-alat yang dipakai untuk menyebrang. Pengamatan sore pukul 15.00 di Hm 9 ditemukan kumbang, burung sepah hutan, dan serangga sejenis lalat. Malamnya ada briefing dengan ka juli, ka izu dan ka heri mengenai pengalaman perjalanan menuju tempat kemah.

Kamis, 28 Januari 2010
Ada kegiatan Ormed (orientasi medan) menuju 2 arah yang berbeda, jalur pertama menuju gunung kendeng dan jalur kedua menuju curug cikudapaeh. Kami kelompok 4 bersama kelompok 1 menuju jalur satu dan kelompok 2 dan kelompok 3 menuju jalur dua. Diperjalanan kami dipandu oleh Pa Engkos. Perjalanan penuh dengan pendakian, selain mendapati pemandangan yang indah disana juga ditemukan beberapa jejak macan tutul diantaranya berupa feces, scrape (bekas cakaran ditanah), dan scratch (bekas cakaran dipohon).

Hal tersebut dapat menjadi indikator keberadaan satwa karnivora tersebut di kawasan gunung halimun ini. Sampai di puncak terdapat flora unik yaitu kantung semar,sejenis tanaman predator yang memangsa seranga yang hinggap di mulut kantungnya. Dipuncak I gunung kendeng (1600 mdpl) kami menikmati suasana yang diselimuti kabut tebal dengan makan siang bersama dan foto-foto. Dalam perjalanan pulang kami diguyur hujan sehingga tidak sedikit yang terjatuh/terpeleset. Malamnya ada briefing untuk sosmas, dan presentasi ormed mengenai jalur masing-masing.


Jum’at, 29 januari 2010
Pengamatan pagi pukul 06.00 di Hm 12 ditemukan capung jarum jam 07.30, bajing jam 07.40 sedang jalan-jalan di dahan pohon, surili (Presbytis comata) jam 07.45 berjumlah 4 ekor (1 dewasa dan 3 anak ) sedang makan dan loncat-loncat diantara dahan pohon, burung srigunting bukit (Dicrurus renifer) jam 07.50 sedang bertengger di dahan pohon.
Solat jum’at perkampungan atas setelah itu diadakan sosmas yang berbentuk wawancara, dengan cara bertanya kepada warga sekitar mengenai keadaan sekitar TN dan interaksi pegawai TN dengan warga sekitar TN, saya menemui Ibu totok berumur sekitar 35 tahun yang merupakan pemetik teh di perkebu nan teh Nirmala. Beliau sudah 12 tahun tinggal di kawasan tersebut tetapi memiliki pengetahuan yang sangant kurang mengenai TN dan satwa-satwa yang terdapat di dalamnya.

Malamnya pukul 19.00 ada pengamatan malam yang akan mengamati fauna nocturnal,terdapat dua jalur yaitu yang menuju kebun teh dan yang menuju jalan setapak menuju cikaniki. Saya menuju jalur yang kedua, ditemukan belalang sembah jam 19.30 sedang diam di dahan pohon teh, ngengat jam 19.32 sedang diam di daun pohon teh, dan katak jam 19.50 sedang diam ditanah. Untuk pengamatan malam ini dilakukan dengan cara menangkap hewan tersebut dengan plastic sampel untuk diidentifikasi esok paginya.

Sabtu, 30 januari 2010
Pengamatan pagi pukul 06.00 di Hm 7 ditemukan katak serasah (Megoprys montana) jam 06.54 se dang diam ditanah, serangga sejenis kepik jam 07.00 sedang terbang hinggap di daun paku, burung sepah hutan jam 07.05 sedang bergerombol terbang hinggap di dahan pohon. Setelah itu pada siang harinya diadakan identifikasi hasil pengamatan malam mengenai insekta dan ampibia. Pengamatan sore pada pukul 15.00 di Hm 11 ditemukan burung jam 15.35 sedang mencari makan di dekat sarangnya (tempatnya di lereng dan dekat sumber air), kumbang jam 15.32 sedang diam di daun, dan Owa jawa (hylobates moloch) jam 16.13 berjumlah 4 ekor (2 dewasa 2 anak) sedang berayun-ayun di pohon.

Minggu, 31 januari 2010
Orientasi medan bersama kelompok 1 menuju jalur urug cikudapaeh. Di perjalanan ditemukan katak serasah, jejak kijang, dan beberapa jejak babi hutan. Jalur cukup licin tetapi tidak terlalu jauh, sampai di curug kami menghabiskan waktu dengan mandi dan makan siang bersama-sama. Setelah itu pulang dan sampai di kemah pada sekitar pukul 14.00.

Senin, 1 februari 2010
Pengamatan pagi pada pukul 06.00 di Hm 10 ditemukan owa jawa berjumlah 3 ekor (2 dewasa, 1 anak) jam 06.45 sedang diam di phon lalu berayun ke pohon lainnya, surili jam 07.07 sedang makan dan lompat-lompat berjumlah 3 ekor, dan lutung jam 07.13 berjumlah 1 ekor sedang loncat dari pohon ke pohon. Siangnya ada pengamatan raptor di bukit kebun teh, terlihat elang ular jam 11.25 sedang melakukan soaring dan elang hitam jam 11.50 sedang melakukan soaring.


Selasa, 2 februari 2010
Upacara pelantikan anggota baru UKF dengan pembina upacara ka Mujib dilaksanakan secara khidmat dengan menyanyikan lagu kontemplasi alam raya dan lagu bagimu negeri. Lalu dilanjutkan dengan perjalanan pulang menuju stasiun pengamatan cikaniki terlebih dahulu dan menunggu sampai malam tiba.


Rabu, 3 februari 2010
Persiapan pulang, dilakukan packing ulang tas carier pada pukul 00.00 dilanjutkan dengan pemanasan sebelum melakukan perjalanan. Pukul 01.00 semua melakukan perjalanan pulang secara berkelompok sesuai dengan kelompok masing-masing dan sampai di masjid di cipeuteuy pada pukul 04.30 lalu melaksanakan solat subuh berjamaah. Setelah itu menunggu truk datang dan sarapan. Truk datang pada pukul 09.00 dan kita pulang melalui jalur parung kuda, sukabumi.


Jumat, 14 Mei 2010

Karya Ilmiah Bidang Teknologi dan Energi

BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH (WASTE COOKING OIL) SEBAGAI SOLUSI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN

Suryadi Atmaja

Mahasiswa Program Tingkat Persiapan Bersama

Bogor Agricultural University

http://www.ipb.ac.id

Pendahuluan

Permintaan kebutuhan akan bahan bakar sebagai sumber penghasil energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) terus meningkat. Peningkatan permintaan tersebut berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada periode jangka menengah (2002-2010) diperkirakan meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8% per tahun. Sedangkan pada periode berikutnya (2010-2020), permintaan naik menjadi 106 juta bph dengan pertumbuhan sebesar 17 juta bph. Pada tahun 2025, permintaan minyak mentah dunia masih akan meningkat hingga 115 juta bph dengan pertumbuhan sebesar 9 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,7% pertahun pada periode 2010-2025. Meskipun permintaan minyak dunia masih didominasi oleh negara-negara maju, tetapi hampir 75% dari kenaikan sebesar 38 juta bph selama periode 2002-2025 tersebut diserap oleh negara-negara berkembang. Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan energi tersebut masih mengandalkan sumber daya alam tak terbarukan yaitu energi fosil. Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi bahan bakar minyak dan gas serta memiliki beberapa cadangan minyak yang tersebar baik di darat maupun di lepas pantai. Namun sumber bahan bakar ini terbatas jumlahnya, sehingga pada suatu saat akan habis dan Indonesia tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sumber bahan bakar alternaif yang dapat menggantikan posisi dari sumber energi fosil tersebut.

Pada saat ini penelitian-penelitian guna mencari dan mendapatkan sumber energi terbarukan (renewable energy) tersebut sudah banyak dilakukan. Salah satu hasil yang mememuaskan dari penelitan tersebut adalah sumber energi hayati, biodiesel. Biodiesel adalah bahan bakar untuk mesin diesel yang dihasilkan dari sumber daya hayati. Biodiesel ini dapat dibuat dari beberapa bahan baku yang pada awalnya dikembangkan dari minyak biji kanola (Brassica napus). Lalu pada perkembangannya digunakan dari minyak kelapa sawit, minyak biji jarak (Jatropha curcas) sampai pada minyak jelantah (waste cooking oil). Minyak jelantah adalah limbah dari proses menggoreng, bila ditinjau dari komposisi kimianya minyak jelantah mengandung senyawa kimia yang bersifat karsinogenik (dapat memicu terjadinya kanker) yang terbentuk selama proses penggorengan. Sehingga penggunaan minyak jelantah secara berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menyebabkan kanker dan akibat selanjutnya akan menurunkan kecerdasan generasi muda yang mengkonsumsinya. Maka langkah penanganan minyak jelantah ini sangat tepat untuk dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel karena akan mengurangi kerugian yang ditimbulkan dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan serta menambah manfaat yang ada dari minyak jelantah tersebut. Oleh karena itu sangatlah cocok untuk menjadikan biodiesel dari minyak jelantah sebagai solusi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Minyak jelantah dapat dijadikan bahan baku biodiesel karena merupakan minyak nabati turunan dari CPO (crude palm oil). Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan melakukan pretreatment yang dilakukan guna menurunkan bilangan asam pada minyak jelantah. Tahapan perlakuan tersebut yaitu, pertama pemurnian dari pengotor-pengotor sisa penggorengan dan water content. Kedua, esterifikasi dari asam lemak bebas (free fatty acid) yang terdapat dalam minyak jelantah. Ketiga, trans esterifikasi molekul trigliserida ke dalam bentuk metil ester dan keempat, pemisahan dan pemurnian.

Reaksi kimia proses transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester menggunakan senyawa organik methanol adalah sebagai berikut:



Pembuatan Biodiesel

Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan yang memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (Vicente et al. 2006) dan menurut Darnoko et al. (2000) biodiesel merupakan monoalkil ester yang dihasilkan dari minyak alami terbarukan. Metil ester atau etil ester merupakan senyawa yang relatif stabil, berwujud cair pada suhu ruang (titik leleh antara 40-180 C), titik didih rendah dan tidak korosif. Spesifikasi biodiesel menurut Standar Nasional Indonesia tahun 2006 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Spesifikasi biodiesel

Parameter

Satuan

Nilai

Masa jenis pada suhu 40º

Kg/m3

850-890

Viskositas kinematik pada 40º

Mm2/s (cst)

2,3-6,0

Angka setana


Min 51

Titik nyala (mangkok tertutup)

oC

Min 100

Titik kabut

oC

Maks 18

Korosi lempeng tembaga(3 jam pada suhu 50º)


Maks no.3

Residu karbon

Dalam contoh asli

Dalam 10% ampas distilasi

%-massa

Maks 0,05

Maks 0,30

Air dan sedimen

%-vol

Maks 0,05

Temperatur distilasi 90%

oC

Maks 360

Abu tersulfatkan

%-massa

Maks 0,02

Belerang

Ppm-m (kg/mg)

Maks 100

Fosfor

Ppm-m (kg/mg)

Maks 10

Angka asam

Mg-KOH/g

Maks 0,08

Gliserol bebas

%-massa

Maks 0,02

Gliserol total

%-massa

Maks 0,24

Kadar ester alkil

%-massa

Min 96,5

Kadar iodium

%-massa( g-12 /100g)

Maks 115

Uji harphen


Negatif

Proses pembuatan biodisel diawali dengan proses pretreatment yaitu dengan cara menyaring minyak jelantah dari sisa-sisa produk gorengan mengunakan saringan dari kasa dan dilakukan berulang kali dengan tingkatan mesh yang berbeda. Setelah itu diserap air yang ada dengan desikan, dapat berupa CaO, silika gel, CaCl2, dll. Setelah itu disaring kembali guna mendapatkan minyak jelantah tanpa desikan tersebut. Tahapan selanjutnya yaitu proses tansesterifikasi. Transesterifikasi adalah proses reaksi senyawaan asam lemak bebas dengan methanol/ethnol (senyawaan gugus alkohol) menjadi ester. Untuk mempercepat terjadinya reaksi digunakan katalis yaitu KOH (kalium hidroksida) yang jumlahnya 1% dari jumlah trigliserida lalu dicampur dengan senyawaan dari gugus alkohol yaitu methanol atau ethanol dan dipanaskan pada suhu 58º-65º C agar terbentuk methil-ester/ethil-ester dari trigliserida yang terdapat dalam minyak jelantah. Bahan yang pertama kali dimasukan kedalam reaktor adalah minyak jelantah yang dipanskan hingga suhu 55º C. Reaktor sebaiknya dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk, agar saat dipanaskan minyak dapat diaduk sehingga menjadi homogen. Setelah mencapai suhu 63º C campuran methanol dan KOH dimasukan, maka reaksi transesterifikasi pun berjalan lalu dipanaskan pada suhu 130º C selama 10 menit. Setelah itu didinginkan secara bertahap sampai 55º yang bertujuan untuk mencuci produk dari bahan-bahan lain seperti gliserol dan metanol. Gliserol dapat dialirkan dari bawah karena perbedaan berat jenis dimana gliserol berada dilapisan bawah dari methil-ester. Sedangkan metanol dapat dialirkan lewat atas karena sifatnya yang mudah menguap dibandingakan gliserol dan metil ester. Pencucian dilakukan sampai tiga kali sampai didapat pH normal (6,8-7,2). Setalah dicuci dilakukan pengeringan yang menggunakan aluminium silikat 100% dan konsentrasi terbaik adalah 10% (Erliza Hambali et al. 2008). Berikut merupakan diagram alir pembuatan biodiesel.

Gambar 1. Proses pembuatan biodiesel





Penggunaan Biodiesel Pada Kendaraan Diesel

Beberapa keuntungan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah adalah bahan baku dapat diperbarui (renewable), emisi karbonnya rendah sehingga pemanasan global dapat dikurangi, selain itu dapat mengurangi penggunaan kembali minyak jelantah yang dapt membahayakan tubuh maunusia karena mengandung banyak kolesterol dan dpat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. berikut merupakan hasil analisis biodiesel dari minyak jelantah:

Tabel 2. Perbandingan biodiesel dengan solar

Analisis Laboratorium Sifat - sifat Biodiesel dari

Minyak Jelantah

Sifat fisik

Unit

Hasil

ASTM Standar (Solar)

Flash point

°C

170

Min.100

Viskositas (40°C)

cSt.

4,9

1,9-6,5

Bilangan setana

-

49

Min.40

Cloud point

°C

3,3

-

Sulfur content

% m/m

<<>

0.05 max

Calorific value

kJ/kg

38.542

45.343

Density (15°C)

Kg/l

0,93

0,84

Gliserin bebas

Wt.%

0,00

Maks.0,02

Secara keseluruhan, parameter fisik yang ditampilkan dari tabel tersebut masih berada dalam batasan standar dari ASTM, kecuali harga Calorific Value yang sedikit lebih kecil dibandingkan harga solar. Saat membandingkan biodiesel dengan solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada tingkat emisi bahan baker. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar; Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi particulate molecul lebih rendah 17%; sedang untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar 10%; sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga lebih ramah lingkungan

Gambar 2. Diagram alir biodiesel



Kota Bogor Menggunakan Biodisel Dari Minyak Jelantah

Saat ini pengunaan biodiesel dari minyak jelantah sebagai bahan bakar ramah lingkungan mulai diterapkan guna menciptakan lingkungan yang bebas polusi dan mengurangi pemanasan global. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang cukup serius dalam mengapresiasi dan menerapkan teknologi ini. Hal tersebut dapat dilihat dari digunakannya biodiesel dari minyak jelantah pada sarana transportsai masal transpakuan. Sampai saat ini penggunaan biodiesel minyak jelantah pada bus transpakuan memang masih dicampur dengan solar dengan perbandingan 2:8. Namun hal tersebut merupakan langkah maju dalam gerakan untukmenciptakan lingkungan lebih bersih dan sejuk. Sampai saat ini penelitian-penelitan terus dilakukan guna mendapatkan komposisi yang maksimal agar biodiesel minyak jelantah dapat digunakan tanpa campuran solar. Dengan adanya teknologi ini minyak jelantah mempunyai nilai lebih daripada sebelumnya. Pemanfaatan biodiesel dari miyak jelantah dapat meningkatkan pendapatan bagi para tukang gorengan karena mereka dapat menjual kembali minyak jelantah yang tidak digunakan yang cenderung membahayakan tubuh. Berikut gambar dari bus transpakuan:



Penutup

Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel sangat baik karena merupakan sebuah solusi bagi masalah yang dihadapi dalam ketersediaan sumber energi. Pemanfaatan biodisel minyak jelantah sebagai sumber energi alternatif menghasilkan emisi gas buang yang lebih sedikit dibandingkan dengan solar biasa sehingga dapat mengurangi proses pemanasan global. Selain manfaat tersebut, pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel juga dapat memberikan nilai tambah bagi miyak goreng setelah digunakan. Sehingga sangatlah cocok pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodisel adalah solusi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Surfaktan LPPM IPB Gelar Seminar Pembiayaan Sawit, Jarak Pagar dan Industri Biodesel [terhubung berkala].http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/8579/4/2006b33_sli.pdf

Elviyanti 2007, disaim sistem penentuan kualitas biodiesel berbasis minyak nabati [terhubung berkala].http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/9133/2/2007elv.pdf (2007)

Rizal alamsyah 2008, rekayasa pengadukan dengan metode satic mixer untuk meningkatkan efisiensi proses transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel [terhubung berkala]. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/8398/1/Rizal%20Alamsyah.pdf(2008)